Bersama
dengan sahabat tercinta bercengkrama dan bersenda gurau mengaluni nikmatnya
keindahan ramadhan yang datang menyapaku dan teman bersama-sama. Ya, kali ini
aku berada di tempat yang masih asing bagiku karena aku baru kali pertama kesini,
tapi karena amanah pekerjaan yang berasal dari lembaga zakat yang terkenal
Dompet Dhuafa dan sudah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, insya Alloh.
Di bumi Laskar Pelangi aku berada selama setahun disini. Mendidik anak-anak
bangsa agar mereka memiliki dan faham potensi mereka untuk dikembangkandan juga
menenl islam dengan baik serta bangga dengan keislamannya.
Tak pernah terlepas dari bayangan
para sahabat Laskar Satam dan keceriaan anak-anak Laskar Pelangi yang menjadi
daerah penempatanku menjalankan puasa di bulan ramadhan ini dan juga lebaran
bersama. Kebersamaan yang membuatku menjadikan diri ini merasa tak pernah
sendiri dan tak pernah kesepiaan.keluguan, kepolosan, ramah, canda-tawa, sedih,
gelisah, saling memberi dan saling menolong menjadikan ikatan batin ini menyatu
hingga tak bisa dipisahkan lagi.
Jam sudah menunjukkan pukul 03.30
WIB, aku terbangun mendengar suara alarm yang berasal dari HP ku dengan
senandung Shoutul Harokah menjadikanku semangat untuk bangun dan menunaikan
sahur bersama sahabat Laskar Satam tercinta. Kali ini leader kita tak ikutan
karena dia berencana untuk ke kota Tanjung Pandan pag ini disebabkan angkutan
yang tidak ada di sore hari. Sahurku kali ini sangat sederhana dengan menu
hanya telur rebus saja. Padahal sebelumnya kita buka dan makan malam di Kafe SS
yang ada di jalan raya Aik Raya, Tanjung Pandan. Tapi karena disini tidak ada
peralatan untuk memasak makanan seperti kompor dan segala staf-staf yang
mendampinginya, yang ada hanya rice cooker semata wayang itu sehingga kalau
butuh memasak yang bisa dimanfaatkan ya si rice cooker itu. Rebus-rebusan sih
masih bisa tapi segala goreng- menggoreng jangan pernah berharap untuk bisa
dilakukan disana, pasti kalau dia bisa berkata, “Ya Alloh tasya telah
mendzolimi aku, padahal kan aku nda kuwang
untuk goreng-menggoreng. Aku bisa rusak dan terluka ya robb”, ucap sang rice
cooker. Hehe, mungkin itu yang akan dikatakannya pada ku. Yup, dia banyak
berjasa dalam membantu pencernaanku menjadi baik...terima kasih rice cookerku
sayang...^_^ .
Aku bersama teman-temanku sahur
bersama, tapi ada satu yang tidak ikut sahur karena susah dari tadi untuk
dibangunkan dia bernama Nur. Padahal waktu untuk sahr juga tak banyak-banyak
juga, tinggal 20 menit lagi. Aku lupa memasak nasi lagi karena nasi yang masih
ada diperkirakan hanya cukup untuk 3 orang. Dan parahnya setelah berbuka dan makan malam kemaren tak ada
satupun yang ingat untuk membeli lauk ataupun sayur untuk sahur. Ya kalau
dirunut-runut lagi kejadiannya. Setelah kita makan malam bersama, motor
digunakan oleh Nur dan Kiki untuk berbelanja keperluan pulang kampung. Kiki
yang sudah sejak lama memprogramkan dirinya pulang ke kampung halaman tercinta
kota Batu-Malang. Padahal ongkos lagi mahal-mahalnya karena arus mudik lebaran
sangat padat. Kantongnya pun ludes
seketika karena biaya yang super mahal 3 juta lebih hanya untuk pulang kampung.
Tapi karena ibunya sudah memberikan ultimatum kepadanya untuk pulang, karena 2
kali lebaran tidak pulang-pulang ke rumah (kayak mba toyyibah sajaa ya. J
). Ibunya Kiki berkata, “
Ki, pulang ya lebaran ini..kalau gak Ibu gak anggap kamu sebagai anak Ibu. Masa’
gak pernah pulang ke rumah dah mirip kayak bang toyyib aja!. Pokoknya lebaran
ini harus ada di rumah ya. Kerja jauh-jauh, kalau gak bisa pulang untuk apa? Mending cari kerja disini aja, kapan mau
kerja yang tetap dan gak pindah-pindah lagi?”.
Terkadang
aku kasihan melihatnya, tapi ada benarnya juga apa yang dikatakan Ibunya . Dah dua
kali lebaran tidak pernah ada di rumah. Jelas saja ibunya sangat rindu pada
anaknya. Kiki sebelum menerima kerjaan di Dompet Dhuafa, dia sebenarnya sudah
lulus PNS di BMKG di Jakart. Tak ayal
orangtua sangat senang dengar kabar bahwa anaknya lulus PNS termasuk yang
kebakaran jenggot sang Ibu. Tapi, beda dengan anaknya Ia memilih keyakinan hatinya
untuk mengabdi di bidang pendidikan, mengajar anak-anak yang berada di luar
daerah dan jauh dari kota tempat tinggalnya, daerah yang masih dikatakan
terpencil dari yang namanya berkembang. Baik Mall, Bioskop, angkutan umum tidak
ada disini. Semua serba mahal karena aksesnya sangat sulit.
Sahur aku dan teman-teman yang tanpa
Nur, berjalan dengan hikmat, kami menikmati santapan sahur kali ini nasi yang
ditemani separuh telur rebus. Nikmat ya..padahal kalau makan sendiri belum
tentu nikmatnya seperti ini. makan sahur pun selesai dan aku dan Kiki kembali
ke Kamar lagi, karena tadi kita sahur
bersama Wawan di perpustakaan sekolah tempat Kiki mengajar. Sementara si
Nur, kami tak tahu apakah dia bangun untuk sahur atau tidak...? ntahlah,
yangpasti tadi aku dan Kiki sudah membngunkannya.
Aku dan Kiki menuju kamar, ku lihat
Nur sedang makan sahur dengan mie instan kuah. Ku lihat di rice cooker, air yang di dalamnya masih terlihat
jernih tapi berkurang. Sebelumnya aku menggunakan rice cooker untuk merebus
telur dua iko’. Bekas air rebusan
telur ku katakan pada Nur untuk tidak menggnakannnya lagi.
“Nur
ini air yang ada disini jangan di pakai lagi ya”, ucapku padanya sebelumpergi
makan sahur di perpustakaan.
Ku heran karena air yang ada di rice
cooker berkurang banyak, ku lihat Nur telah menghabiskan mie instan kuahnya dan
ada air di gelas plastik panjang. Padahalkan semua air yang ada di galon tadi,
sudah diangkut Kiki semuanya ke perpustakaan, jadi air yang ada di dalam galon
sama sekali kosong. Kiki lupa menyisakan air untuk Nur, habis Nur gak
bangun-bangun sih hehe. Aku bertanya pada Nur,
“
Kamu makan mie, rebusnya dimana ? terus ini airnya kamu masak lagi kan ya?”,
tanyaku meyakinkan.
“
Aku masak di rice cooker kak”, jawabnya.
“terus,
airnya kamu ambil dari kamar mandi kan?”, tanyaku lagi.
“
gak lah kak, tadi di bilang kak Kiki tinggal sepuluh menit lagi, ayo
bangun...kamu gak mau puasa besok?. Dengar apa yang di bilang kak Kiki, jadinya
aku langsung bangun dan masak mie instan di rice cooker dan ambil air minum
dari situ”, jawabnya polos.
“
Astagfirulloh.....tu bekas masak telur tadi. Kan udah kakak bilang, nih airnya
gak bsa dipakai lagi ya”, jelasku padanya.
Aku
pun tertawa, begitu juga dengan Kiki, kita tertawakan apa yang dilakukan oleh
Nur karena terburu-buru sahur. Padahal kan, air rebusan bekas telur itu
kotor...ntah bakteri apa yang ada di luar cangkang telurnya. Aku tertawa tak
henti-henti karena geli dengan apa yang dilakukan Nur. Ada sebel juga karena dari tadi dibanguni sahur susah
dan ini aku kasihan sama dia, makan air rebusan telur, dan telurnya juga belum
ku cuci karena aku juga terburu-buru untuk merebusnya mengingat waktu imsak dah
hampir menjelang. Tapi, Nur saat ini baik-baik saja, semoga mie dan kuahnya
plus air minumnya menjadi vitamin di dalam pencernaannya. hehe
0 Komentar